Skip to content
VeniSancteSpiritus  Blog Kristosentris VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris

Belajar Firman Tuhan dengan Alkitab sebagai dasar.

  • Beranda
  • Apa Yang Baru?
  • Renungan
  • Teologi
  • Apologetika
    • Seri Apologetika
  • Tokoh-Tokoh Alkitab
  • Kesaksian Hidup
  • Lagu Rohani
  • Inspirasi Bergambar
  • Tentang Penulis
  • Teologi Penulis
  • Kontak
VeniSancteSpiritus  Blog Kristosentris
VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris

Belajar Firman Tuhan dengan Alkitab sebagai dasar.

Tanah Perjanjian dan Bangsa-Bangsa yang Tidak Pergi: Ketika Janji Susu dan Madu Tidak Datang dengan Karpet Merah

October 23, 2025October 24, 2025

Tuhan menjanjikan kepada bangsa Israel suatu tanah yang baik dan luas, berlimpah susu dan madu. Janji ini bukan sekadar metafora, melainkan pengakuan bahwa Allah menyediakan kehidupan yang penuh kelimpahan dan pemulihan bagi umat-Nya. Sejak awal, janji itu telah dinyatakan dengan tegas:

“Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya…”
➑️ Keluaran 3:8

Namun, ketika umat Israel akhirnya memasuki tanah itu, mereka tidak menemukan karpet merah 🎯. Mereka menemukan peperangan yang panjang dan berhadapan dengan bangsa-bangsa yang sudah menetap dan tidak mudah terusir. Mereka menemukan bahwa janji Tuhan bukanlah jalan pintas menuju kenyamanan, melainkan undangan untuk tetap setia di tengah ketegangan.

Kitab Suci mencatat realitas ini dengan jujur:

“Tetapi orang Israel tidak menghalau orang Gesur dan orang Maakha, sehingga orang Gesur dan orang Maakha itu tetap tinggal di tengah-tengah Israel sampai hari ini.”
➑️ Yosua 13:13

“Tetapi orang Yebus, penduduk Yerusalem, tidak dapat dihalau oleh bani Yehuda; sebab itu orang Yebus tetap tinggal bersama-sama dengan bani Yehuda di Yerusalem sampai sekarang.”
➑️ Yosua 15:63

“Yosua menjadikan orang Gibeon menjadi tukang kayu dan tukang timba air bagi umat itu dan bagi mezbah TUHAN sampai hari ini…”
➑️ Yosua 9:27

Frasa “sampai hari ini” bukanlah pengakuan kegagalan, melainkan kesaksian tentang iman yang hidup dalam dunia yang kompleks 🌍.

Bangsa-Bangsa yang Tidak Pergi: Cermin dari Realitas Kita πŸͺž

Kita pun hidup di tengah janji dan kenyataan yang tidak seperti kita inginkan. Kita percaya bahwa Tuhan telah menjanjikan kehidupan yang penuh kasih karunia dan damai sejahtera. Namun pertanyaan-pertanyaan itu tetap menggema πŸ’­:

Mengapa masih ada luka yang belum sembuh meski kita sudah berdoa berulang kali? Mengapa masih ada ketidakadilan yang bertahan di sekitar kita? Mengapa masih ada bayang-bayang masa lalu yang enggan pergi, meski kita sudah berusaha mengampuni dan melangkah maju?

Bangsa-bangsa yang tidak terusir itu menjadi cermin dari hal-hal yang tetap tinggal dalam hidup kita, yaitu hal-hal yang tidak kita undang, tidak kita inginkan, tetapi tetap ada. Kebiasaan lama yang sulit dilepas. Hubungan yang rumit dan menyakitkan πŸ’”. Keterbatasan yang membatasi. Ketakutan yang berbisik di malam hari.

Mereka bukan tanda bahwa Tuhan gagal memenuhi janji-Nya. Mereka adalah bagian dari misteri penyertaan-Nya yang tidak selalu menjawab dengan penghapusan, tetapi dengan kehadiran ✨. Tuhan tidak selalu mengeluarkan kita dari pergumulan, tetapi Ia masuk ke dalam pergumulan itu bersama kita.

Tanah Perjanjian: Bukan Zona Nyaman, Tetapi Ruang Pembentukan πŸ› οΈ

Tanah yang dijanjikan bukanlah surga tanpa pergumulan. Ia adalah ruang di mana Tuhan membentuk umat-Nya untuk hidup setia. Juga bukan karena semua musuh telah pergi, tetapi karena penyertaan-Nya lebih dari cukup πŸ™. Di tanah itu, umat belajar bahwa kemenangan sejati bukan berarti bebas dari tantangan, melainkan keberanian untuk tetap berjalan di tengahnya.

Musa memahami ini dengan sangat dalam:

“Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, jangan suruh kami berangkat dari sini.”
➑️ Keluaran 33:15

Bagi Musa, tanah perjanjian tanpa kehadiran Tuhan lebih buruk daripada gurun dengan penyertaan-Nya 🏜️.

Kita pun dipanggil untuk hidup di tanah yang dijanjikan, bukan sebagai pelarian dari kenyataan, tetapi sebagai tempat di mana iman diuji dan diteguhkan. Kita tidak menunggu semua hal menjadi sempurna baru bersaksi tentang kebaikan Tuhan. Justru di tengah ketidaksempurnaan itulah kesaksian menjadi paling nyata.

Dunia membutuhkan kesaksian dari orang-orang yang berdiri teguh di tengah badai, yang tetap bernyanyi di tengah malam yang gelap.

Nama Tuhan Tidak Dipermalukan oleh Pergumulan, Tetapi Dimuliakan Melalui Kesetiaan πŸ‘‘

Ada ketakutan yang diam-diam kita bawa: bagaimana jika hidup kita yang penuh pergumulan ini justru mempermalukan nama Tuhan? Bagaimana jika kelemahan kita menjadi batu sandungan bagi orang lain?

Musa pernah membawa ketakutan yang sama. Ketika umat Israel berdosa dengan membuat anak lembu emas, ia tidak hanya memohon pengampunan, tetapi juga mengkhawatirkan reputasi Tuhan:

“Mengapa orang Mesir akan berkata: Dengan maksud jahat Ia telah membawa mereka keluar untuk membunuh mereka di pegunungan dan untuk melenyapkan mereka dari muka bumi?”
➑️ Keluaran 32:12

Tetapi Tuhan menjawab bukan dengan menghapus tantangan atau menyembunyikan kegagalan umat-Nya. Ia menjawab dengan janji penyertaan yang tidak tergoyahkan.

Tuhan tidak malu dengan pergumulan kita. Ia hadir di dalamnya. Nama-Nya tidak dipermalukan oleh keberadaan bangsa-bangsa yang belum pergi. Nama-Nya justru dimuliakan ketika kita tetap setia, tetap berjalan, tetap percaya meski dengan langkah yang tertatih 🚢.

Paulus memahami paradoks ini:

“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”
➑️ 2 Korintus 12:9

Kelemahan kita menjadi panggung bagi demonstrasi kuasa Allah πŸ’ͺ. Keterbatasan kita menjadi ruang di mana kasih karunia-Nya bersinar paling terang. Kita tidak perlu menyembunyikan pergumulan atau berpura-pura lebih kuat. Transparansi tentang kelemahan, disertai kesaksian tentang kesetiaan Tuhan, adalah ibadah yang sejati.

Susu dan Madu: Janji yang Tetap Berlaku di Tengah Ketegangan 🍯

Janji tentang tanah yang berlimpah susu dan madu bukanlah janji tentang hidup yang steril dari masalah. Itu adalah janji tentang kelimpahan yang datang dari penyertaan Tuhan, bukan dari ketiadaan musuh. Susu dan madu tetap mengalir, bahkan di tengah ladang yang belum sepenuhnya bersih 🌾.

Kita memetik buah anggur di kebun yang masih dikelilingi duri πŸ‡. Kita minum dari sumur yang dalam, sambil tetap berjaga dari ancaman. Kita menikmati panen yang melimpah, sambil masih menggarap tanah yang keras.

“Akulah TUHAN, Allahmu, yang memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain.”
➑️ Imamat 20:24

Pemisahan yang Tuhan lakukan bukanlah pemisahan geografis yang sempurna, tetapi pemisahan karakter. Umat Tuhan dipanggil untuk hidup berbeda. Ini artinya kita tidak ditempatkan di ruang hampa tanpa godaan, tetapi karena memilih setia di tengah godaan itu.

Justru di situlah kita belajar: berkat Tuhan nyata dan dapat dialami, tetapi tidak selalu nyaman. Ia hadir dan melimpah, tetapi tidak selalu dalam bentuk yang kita bayangkan ✨. Tuhan bukan hanya pemberi janji, tetapi juga penopang dalam proses menuju penggenapannya. Ia bukan hanya Allah yang menjanjikan destinasi, tetapi sahabat perjalanan yang berjalan bersama kita di setiap langkah πŸ‘£.

Kita Masih di Tengah Tanah Itu πŸŒ…

Kita masih hidup di tengah tanah yang dijanjikan, tetapi belum sepenuhnya dikuasai. Kita masih melihat “Gibeon” dan “Yebus” di sekitar kita, yaitu dosa yang masih menggoda, ketakutan yang masih menghantui, luka yang masih terasa sakit, keterbatasan yang masih membatasi.

Tetapi kita juga melihat tiang awan di siang hari dan tiang api di malam hari ☁️πŸ”₯. Kita melihat bukti penyertaan Tuhan yang nyata: kekuatan untuk bertahan, sukacita di tengah kesulitan, damai sejahtera yang melampaui akal, komunitas yang menopang, dan pengharapan yang diperbarui setiap pagi.

Kita melihat susu dan madu berupa kelimpahan kasih karunia Tuhan meski harus melewati darah, keringat, air mata, dan debu πŸ’§.

Tuhan tetap memegang kendali penuh. Ia tidak pernah meninggalkan umat-Nya, bahkan untuk sesaat. Nama-Nya tidak akan dipermalukan oleh pergumulan kita. Nama-Nya justru akan dimuliakan melalui kesetiaan kita. Adapun kesetiaan itu tidak menunggu semua musuh pergi baru mulai percaya, tetapi tetap berdiri teguh di tengah mereka, tetap bersaksi di tengah ketidaksempurnaan, tetap bernyanyi di tengah badai 🎡.

Baca juga artikel menarik lainnya:

πŸ•ŠοΈ Musa Tidak Masuk Kanaan: Hukuman atau Pesan Ilahi? 🌿 Menendang Galah Rangsang: Ketika Manusia Sia-Sia Melawan Kedaulatan Ilahi

Di tanah perjanjian yang masih penuh ketegangan ini, kita belajar bahwa iman sejati bukan iman yang menuntut bukti sempurna sebelum percaya. Sebaliknya kita perlu iman yang tetap percaya sambil menunggu penggenapan. Dan di situlah kita menemukan bahwa kehadiran Tuhan di tengah pergumulan adalah lebih berharga daripada absennya pergumulan tanpa kehadiran-Nya πŸ™.

Amin. ✝️

Tanah Perjanjian dan Bangsa-Bangsa yang Tidak Pergi: Ketika Janji Susu dan Madu Tidak Datang dengan Karpet Merah
Renungan

Post navigation

Previous post
Next post

  • Kemenangan yang Terlupakan: Saat Kita Menunda Menikmati Tanah Perjanjian πŸ†
  • Perahu Iman di Samudera Kehidupan β›΅
  • Tanah Perjanjian dan Bangsa-Bangsa yang Tidak Pergi: Ketika Janji Susu dan Madu Tidak Datang dengan Karpet Merah
  • Tidak Ada yang Baru di Bawah Matahari: Membaca Wahyu Sebagai Nubuatan yang Hidup πŸ“–
  • Ketika Kasih Melampaui Segala Dimensi: Renungan Efesus 3:18

©2025 VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris | WordPress Theme by SuperbThemes