Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, persoalan harta duniawi sering kali menjadi sumber kesulitan maupun berkat. Bagaimana kita memandang dan mengelola harta yang bersifat sementara ini sangat menentukan arah hidup dan masa depan kita. Yesus Kristus memberikan pengajaran yang sangat penting tentang hal ini melalui sebuah perumpamaan yang unik dan penuh makna, yang direkam dalam Lukas 16:9-18.
Artikel ini bermaksud memahami pesan Yesus tentang harta duniawi sebagai sarana membangun relasi yang membawa kita kepada kehidupan kekal bersama Allah. Melalui cerita bendahara yang tidak jujur, kita diajak merenungkan bagaimana kesetiaan, kejujuran, dan bijaksana menggunakan harta dapat menjadi jembatan menuju Kerajaan Allah. Mari kita telusuri bersama pengajaran yang kaya akan hikmat ini.
Bab 1: Latar Belakang dan Perumpamaan Bendahara Tidak Jujur 🌄
Bayangkan kita sedang duduk di lereng bukit di Galilea, sekitar tahun 30 Masehi. Matahari mulai condong ke barat, dan aroma tanah kering bercampur bau minyak zaitun dari pasar di kejauhan. Di depanmu, Yesus berdiri, dikelilingi petani, pedagang, dan orang-orang biasa yang hidup penuh tekanan. Pajak Romawi menekan leher mereka, memaksa banyak petani kecil meminjam gandum atau minyak dari tuan tanah kaya, seringkali dengan bunga tersembunyi yang membuat hidup semakin berat.
Di tengah suasana itu, Yesus mulai bercerita sebuah perumpamaan yang membuat semua orang menajamkan telinga. Ia menceritakan tentang seorang bendahara yang ketahuan tidak jujur dan akan segera dipecat. Dengan waktu yang semakin singkat, bendahara itu bertindak cerdas. Ia memanggil orang-orang yang berutang kepada tuannya dan memotong utang mereka:
“Kamu berutang 100 tempayan minyak? Tulis 50 saja. Kamu berutang 100 takar gandum? Cukup 80.” Lukas 16:1-8
Kerumunan berbisik: apakah dia licik atau baik hati? Namun di balik tindakannya, bendahara punya dua maksud.
Pertama, tindakannya mirip sedekah karena meringankan beban orang-orang tercekik utang.
Kedua, ia ingin “mengikat” mereka agar berutang budi, sehingga saat ia jatuh miskin kelak mereka akan membantunya dengan tempat tinggal atau makanan. Dalam budaya Mediterania waktu itu, kebaikan seperti ini menciptakan ikatan sosial kuat, di mana orang yang dibantu merasa wajib membalas Amsal 19:17. 🤝💧

Bab 2: Pesan Yesus tentang Menggunakan Harta Duniawi 🕊️
Yesus lalu menatap kerumunan dengan sorot mata penuh makna dan berkata:
“Gunakanlah harta yang tidak jujur itu untuk menjalin persahabatan, supaya ketika harta itu habis, kamu diterima di kemah abadi.” Lukas 16:9
Ini seperti angin segar di tengah panasnya Galilea. Yesus tidak memuji kelicikan bendahara, tapi kecerdasannya dalam merencanakan masa depan. Pada zaman itu, “harta yang tidak jujur” sering ternoda oleh sistem yang tidak adil: pajak Romawi yang kejam, bunga pinjaman tersembunyi, dan eksploitasi petani kecil.
Namun Yesus mengajarkan, meski harta duniawi bersifat sementara, ia dapat dipakai untuk tujuan mulia. Dalam tradisi Yahudi, sedekah (tzedakah) adalah inti kehidupan beragama. Memberi kepada orang miskin, janda, dan yatim bukan sekadar kebaikan, melainkan ibadah kepada Allah yang membawa berkat kekal Ulangan 15:7-11. Sedekah dianggap “menutupi dosa” dan membuka pintu kehidupan kekal, semacam “tabungan surga” Matius 6:19-21. ✨💰
“Sedikit orang kaya yang memiliki harta.
Kebanyakan, harta itulah yang memiliki mereka.”
Robert G. Ingersoll
Jika bendahara itu bisa memakai harta untuk “mengikat persahabatan” demi duniawi, maka kita pun harus bisa menggunakan harta untuk kebaikan yang membawa ke surga.
Bab 3: Kesetiaan dalam Pengelolaan Harta dan Implikasinya 🌟
Yesus menegaskan:
“Barangsiapa setia dalam perkara kecil, ia setia juga dalam perkara besar. Jika kamu tidak dapat dipercaya mengelola harta fana, bagaimana Allah akan mempercayakan kepadamu harta yang sejati?” Lukas 16:10-11
Pengelola harta seperti si bendahara dalam cerita perumpamaan Yesus itu, dituntut setia kepada tuannya. Namun demikian, dia malah menggunakan harta tuannya untuk kepentingan pribadi. Yesus menantang kita semua: gunakanlah harta dunia untuk tujuan kemuliaan Allah, seperti: membantu orang miskin, memberi sedekah, dan meringankan beban sesama dengan hati tulus Yakobus 1:27.
“Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan mammon.” Lukas 16:13
Orang Farisi yang “suka uang” mulai gelisah. Dalam budaya Yahudi, harta bukan hal buruk, tapi jika itu menjadi tuanmu, kamu kehilangan fokus pada Allah. Yesus menantang: apakah kamu akan memakai harta untuk dunia atau menyenangkan Allah yang membawa berkat kekal? 1 Timotius 6:17-19 💡💖
Bab 4: Penegasan Akan Hati dan Ketaatan Allah ❤️⚖️
Ayat berikutnya memperkuat pesan ini. Ketika orang Farisi mengejek Yesus, Dia menegaskan Allah melihat hati, bukan penampilan luar 1 Samuel 16:7. Hukum Taurat dan ajaran para nabi yang menekankan keadilan dan sedekah tetap berlaku sampai Kerajaan Allah tiba Matius 5:17-18. Contoh tentang perceraian juga menegaskan bahwa kesetiaan, baik dalam rumah tangga maupun dalam mengelola harta, adalah cerminan ketaatan kepada Allah Lukas 16:14-18. 🙏⚖️
📖 Baca juga Artikel Lainnya
Kesimpulan: Menjadi Pengelola Setia dan Bijaksana untuk Kerajaan Allah ✨
Perumpamaan Yesus tentang bendahara yang tidak jujur mengajarkan kita bahwa harta duniawi, walaupun bersifat sementara dan sering kali terkait dengan ketidakadilan sistemik, dapat menjadi sarana untuk membangun relasi yang membawa manfaat abadi. Allah menantang setiap kita untuk menggunakan segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita dengan bijaksana dan setia, bukan untuk memuaskan diri sendiri atau mengejar keuntungan duniawi semata, melainkan untuk melayani dan memberkati sesama.
Harta duniawi bukanlah musuh, tetapi ketika menjadi tujuan utama dan “tuan” dalam hidup kita, ia dapat mengalihkan fokus dari Allah sebagai pusat kehidupan. Yesus mengingatkan bahwa tidak mungkin melayani dua tuan sekaligus: Allah dan mammon. Kesetiaan dalam perkara kecil seperti pengelolaan keuangan sehari-hari menjadi cerminan kesetiaan yang lebih besar pada Allah dan kerinduan akan Kerajaan-Nya.
Dalam budaya Yahudi, sedekah bukan sekadar amal, melainkan ibadah dan itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah yang membuka pintu berkat kekal. Demikian pula, tindakan meringankan beban sesama seperti: orang miskin, janda, yatim, adalah wujud nyata dari iman yang hidup. Berkat kekal bukan hanya janji masa depan, tetapi buah dari hidup yang diwarnai kasih dan tanggung jawab sosial saat ini.
Mari kita renungkan: bagaimana kita mengelola harta yang kita miliki? Apakah sebagai investasi duniawi yang fana, atau sebagai alat untuk menjalin persahabatan dan berkat yang kekal? Kesetiaan, kejujuran, dan kerinduan untuk mengutamakan Allah dalam segala hal akan menentukan warisan kekal yang akan kita terima.
Gunakan setiap kesempatan, sumber daya, dan talenta sebagai jembatan menuju surga dan kerajaan Allah yang kekal. 🙏✨
