Skip to content
VeniSancteSpiritus  Blog Kristosentris VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris

Belajar Firman Tuhan dengan Alkitab sebagai dasar.

  • Beranda
  • Apa Yang Baru?
  • Renungan
  • Teologi
  • Apologetika
    • Seri Apologetika
  • Tokoh-Tokoh Alkitab
  • Kesaksian Hidup
  • Lagu Rohani
  • Inspirasi Bergambar
  • Tentang Penulis
  • Teologi Penulis
  • Kontak
VeniSancteSpiritus  Blog Kristosentris
VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris

Belajar Firman Tuhan dengan Alkitab sebagai dasar.

Hanya Satu yang Perlu: Menguak Kedalaman Makna dari Kisah Marta dan Maria πŸ’–

September 10, 2025September 10, 2025

“Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”
πŸ“– Lukas 10:41-42


Kisah Marta dan Maria adalah salah satu narasi paling kuat dan puitis dalam Injil, sering kali disalahartikan sebagai teguran sederhana terhadap orang yang sibuk. Namun, di balik alur cerita yang tampak lugas, tersembunyi sebuah pelajaran teologis dan psikologis yang sangat relevan dengan kehidupan modern yang serba cepat dan menuntut.

Kisah ini bukan sekadar perbandingan antara “melayani” dan “beribadah,” tetapi sebuah undangan untuk meninjau kembali apa yang benar-benar esensial dalam hidup kita. Sebagaimana Yesus berkata: “Janganlah kamu kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.” πŸ“– Matius 6:25

🏠 Akar Masalah Marta: Kesibukan yang Berakibat Kekhawatiran

Marta adalah sosok yang sangat mudah kita identifikasi. Ia adalah tuan rumah yang baik, seorang pelayan yang proaktif dan bertanggung jawab. Sikapnya untuk memastikan semua kebutuhan Yesus terpenuhi adalah wujud dari kasihnya. Dalam Lukas 10:38-40, kita melihat bagaimana “seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya… tetapi Marta sibuk sekali melayani.”

Tindakan Marta yang sibuk mempersiapkan hidangan dan mengurus rumah tidaklah salah. Faktanya, hal itu adalah bagian dari tradisi keramahtamahan Timur Tengah yang sangat dihormati, seperti yang tertulis: “Jangan lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.” πŸ“– Ibrani 13:2

Namun, di balik kesibukan itu, Yesus mendeteksi sesuatu yang lebih dalam. Kata-kata-Nya, “engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,” mengungkap inti masalahnya. Kekhawatiran Marta bukan hanya tentang pekerjaan yang belum selesai, melainkan kecemasan yang menggerogoti jiwanya. 😟

Alkitab mengingatkan kita: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” πŸ“– 1 Petrus 5:7

Dalam kondisi ini, pelayanan Marta telah berubah dari persembahan kasih menjadi beban. Ia bukan lagi melayani dari tempat sukacita, melainkan dari tempat ketakutan: takut tidak cukup, takut gagal, atau takut dinilai buruk oleh tamu agung-Nya. Kekhawatiran inilah yang kemudian memunculkan keluhan dan kepahitan, seperti yang tertulis: “Karena kekuatiran duniawi menghasilkan kematian, tetapi kekuatiran rohani menghasilkan hidup dan damai sejahtera.” πŸ“– Roma 8:6

✨ Keberanian Maria: Memilih untuk Hadir Sepenuhnya

Di sisi lain, Maria mengambil peran yang dianggap tidak konvensional pada zamannya. Dalam budaya tersebut, kaum wanita diharapkan melayani di dapur, sementara kaum pria duduk dan berdiskusi dengan guru. Maria, dengan berani, memecah norma sosial ini dan memilih untuk “duduk dekat kaki Tuhan dan mendengarkan perkataan-Nya.” πŸ“– Lukas 10:39

Tindakan Maria bukanlah kemalasan, melainkan sebuah pilihan yang radikal. Ia memprioritaskan kehadiran Yesus di atas segala hal lain yang tampak mendesak. Maria mengerti prinsip yang diajarkan dalam Amsal 8:34: “Berbahagialah orang yang mendengarkan aku, yang berjaga-jaga pada pintu-pintuku setiap hari, yang menunggui tiang-tiang pintu gerbangku!” 🎯

πŸŽ“ Duduk di Kaki Rabi: Posisi Seorang Murid

Dalam tradisi Yahudi abad pertama, duduk di kaki seorang guru (rabi) adalah posisi formal seorang murid. Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa seseorang sepenuhnya tunduk dan siap menerima pengajaran. Murid-murid yang paling berdedikasi akan “duduk di kaki” rabi mereka untuk menyerap setiap kata dan ajaran.

Rasul Paulus menyebutkan dalam Kisah Para Rasul 22:3 bahwa ia “dididik di kota ini di bawah Gamaliel dalam segala kecermatan hukum nenek moyang kita.” Frasa “di bawah” ini memiliki arti yang sama dengan “duduk di kaki,” menunjukkan statusnya sebagai murid yang taat dan tekun. πŸ“š

Dengan memilih untuk duduk di kaki Yesus, Maria menempatkan dirinya dalam peran seorang murid sejati. Ia bukan lagi sekadar tuan rumah yang sibuk, melainkan seorang pengikut yang haus akan kebenaran. Pilihan ini menunjukkan bahwa Maria memahami Yesus bukan hanya sebagai tamu terhormat, tetapi sebagai Gurunya, yang ajarannya jauh lebih penting daripada segala persiapan fisik.

“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” πŸ“– Matius 28:19-20

πŸ™ Posisi Ketundukan dan Penyembahan

Selain sebagai murid, “duduk di kaki” juga melambangkan ketundukan, kerendahan hati, dan penyembahan. Posisi ini adalah gestur dari hati yang mengakui kedaulatan Tuhan dan menyerahkan segala kekhawatiran kepada-Nya.

Ketika Maria, saudara perempuan Lazarus, meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal dalam Yohanes 12:3, ia tidak hanya menunjukkan kasih, tetapi juga penyembahan yang mendalam: “Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyeka kaki-Nya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah.”

Tindakan ini merupakan simbol dari pengakuan penuh atas identitas Yesus, sesuai dengan Filipi 2:10-11: “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah Bapa!”

Dalam konteks kisah ini, Maria tidak hanya ingin belajar, tetapi juga ingin menyembah. Ia menyadari bahwa di hadapan Yesus, segala kesibukan dan kekhawatiran Marta menjadi tidak relevan. Yang terpenting adalah mengakui keagungan-Nya dan menempatkan diri dalam posisi yang benar di hadapan Sang Guru Agung. πŸ‘‘

πŸ•ŠοΈ Tempat Keintiman dan Kedamaian

Terakhir, “duduk di kaki” Yesus juga merupakan tempat keintiman yang damai. Ini adalah ruang di mana seseorang bisa melepaskan segala beban, kekhawatiran, dan tuntutan dunia.

Di tengah hiruk pikuk hidup, kita sering kali mencari “tempat berlindung” di mana kita bisa merasa aman dan damai. Duduk di kaki Yesus adalah tempat spiritual seperti itu. Sebuah oasis di mana jiwa kita dapat beristirahat, sebagaimana dijanjikan dalam Mazmur 91:1-2: “Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa, akan berkata kepada TUHAN: ‘Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai!'” πŸ”οΈ

Ini adalah kontras tajam dengan kondisi Marta yang “khawatir dan menyusahkan diri.” Sementara Marta terombang-ambing oleh kegelisahan, Maria menemukan ketenangan. Yesus memuji pilihan Maria karena ia menemukan sumber kekuatan dan kedamaian yang tidak akan pernah diambil darinya. Ini adalah kekuatan yang sesungguhnya, yang lahir dari relasi pribadi yang mendalam, bukan dari pekerjaan yang melelahkan.

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” πŸ“– Yohanes 14:27

Secara ringkas, “duduk di kaki” Yesus bukan hanya tentang mendengarkan firman, tetapi juga tentang menjadi murid yang berdedikasi, menyembah dalam kerendahan hati, dan menemukan kedamaian dalam keintiman. Itulah “satu hal yang perlu” dan “bagian terbaik” yang dipilih oleh Maria.

Ketika Yesus memuji pilihan Maria, Ia menggunakan frasa, “hanya satu saja yang perlu.” Ini adalah poin sentral dari seluruh narasi. Yesus tidak merendahkan pelayanan Marta, tetapi Ia mengangkat esensi dari keberadaan Kristiani. Sebagaimana Dia berkata dalam Matius 4:4: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Bagian yang dipilih Maria, yaitu firman yang hidup dan relasi yang mendalam dengan Kristus adalah satu-satunya hal yang memiliki nilai kekal, sesuai dengan 1 Petrus 1:25: “tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” 🌟

βš–οΈ Menemukan Keseimbangan: Antara Pelayanan dan Keintiman

Pelajaran dari kisah ini tidak bertujuan untuk membuat kita memilih salah satu: menjadi “Marta yang sibuk” atau “Maria yang reflektif.” Sebaliknya, Yesus mengajak kita untuk memadukan keduanya. Kita dipanggil untuk melayani dengan tangan seperti Marta, tetapi dari hati yang telah duduk di kaki Yesus seperti Maria.

Alkitab mengajarkan kita tentang keseimbangan ini: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” πŸ“– 1 Korintus 15:58

πŸ’‘ Refleksi Kehidupan Modern

1. Re-evaluasi Prioritas 🎯

Kehidupan modern mendorong kita untuk menjadi Marta yang super-produktif. Kita sering kali bangga dengan jadwal yang padat dan merasa bersalah jika tidak melakukan apa-apa. Kisah ini menantang kita untuk bertanya: apakah kita mengisi hidup dengan banyak hal yang “baik,” sehingga tidak ada ruang untuk satu hal yang “terbaik”?

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” πŸ“– Matius 6:33

2. Melayani dari Tempat Keutuhan πŸ’

Pelayanan yang sejati tidak lahir dari kecemasan, melainkan dari limpahan kasih yang kita terima dari Tuhan. Ketika kita mengisi diri dengan hadirat-Nya, pelayanan kita akan terasa ringan, bukan sebagai beban.

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” πŸ“– Matius 11:28

“Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” πŸ“– Matius 11:30

3. Perlawanan terhadap Budaya Produktivitas πŸ“±

Maria menunjukkan perlawanan yang damai terhadap budaya yang menuntut produktivitas konstan. Ia memilih jeda, refleksi, dan mendengarkan. Ini adalah pelajaran penting bagi kita di era digital, di mana kita terus-menerus diganggu oleh notifikasi, tuntutan pekerjaan, dan ekspektasi sosial.

“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” πŸ“– Mazmur 46:11

4. Membangun Fondasi yang Kekal πŸ—οΈ

Yesus mengajarkan tentang pentingnya membangun di atas fondasi yang benar: “Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya… ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu.” πŸ“– Lukas 6:47-48

🎁 Janji yang Tidak Akan Sirna

Pada akhirnya, Yesus memberi kita janji yang menghibur: “bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil darinya.” Pencapaian dan hasil kerja kita bisa hilang. Pujian dan pengakuan bisa pudar. Tetapi apa yang kita terima dari hadirat Kristus, yaitu: damai sejahtera, kekuatan batin, dan relasi yang kekal, tidak akan pernah sirna.

Sebagaimana tertulis: “Karena Aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” πŸ“– Roma 8:38-39

Baca juga artikel terkait:

  • Tangga Iman Kristen: Bertumbuh dalam Keserupaan Kristus
  • Berjaga Satu Jam dengan Yesus: Jangan Terlewat Lawatan Allah di Saat Kelelahan

πŸ™ Panggilan untuk Memilih

Di tengah tuntutan hidup yang tak ada habisnya, pilihlah untuk duduk diam di kaki Yesus. “Jadi tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” πŸ“– 1 Korintus 13:13

Setelah hati kita dipenuhi oleh-Nya, kita akan memiliki kekuatan untuk melayani seperti Marta, tetapi tanpa kekhawatiran yang menggerogoti. Karena “bagi mereka yang mengasihi Allah, segala sesuatu turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.” πŸ“– Roma 8:28

Refleksi Penutup πŸŒ…

Dalam kehidupan yang penuh dengan Martha-Martha modern, dunia membutuhkan lebih banyak Maria orang-orang yang berani berhenti, mendengarkan, dan membiarkan diri mereka diubahkan oleh hadirat Kristus. Karena dari tempat itulah lahir pelayanan yang sejati, kasih yang murni, dan kehidupan yang berdampak kekal.

“Sebab hanya Dia Gunung Batuku dan Keselamatanku, Kota bentengku, aku tidak akan goyah.” πŸ“– Mazmur 62:7

Pada akhirnya, hanya satu yang benar-benar perlu: hadirat Kristus yang tinggal di dalam kita. πŸ’•βœ¨


“Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” πŸ“– Yakobus 5:16

Hanya Satu yang Perlu: Menguak Kedalaman Makna dari Kisah Marta dan Maria
Renungan

Post navigation

Previous post
Next post

  • Harta Duniawi dan Jembatan ke Surga: Lukas 16:9-18 dalam Dunia YesusΒ πŸŒ„βœ¨
  • Tuhan Tidak Terburu-Buru: Panggilan Menjadi Saksi di Tengah Dunia yang Gelisah
  • Yesus sebagai Air Hidup: Sumber Kehidupan Rohani bagi Orang Percaya
  • Ketika Alam Semesta Balas Menatap: Luka dalam Cara Kita Memahami dan Cara Kita Menghindari Relasi
  • “Lebih Baik Ia Tidak Dilahirkan”: Luka Yesus, Tragedi Yudas, dan Gugatan terhadap Eksistensi πŸ’”

©2025 VeniSancteSpiritus Blog Kristosentris | WordPress Theme by SuperbThemes